Jakarta, Harian Umum - Mahkamah Konstitusi (MK) diprediksi akan membuat kejutan terkait putusan sengketa Pilpres 2024 yang diajukan paslon 01 Anies-Muhaimin dan Paslon 03 Ganjar-Mahfud, dan akan dibacakan Senin (22/4/2024).
Kejutan tersebut berupa perintah melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah daerah yang terindikasi ada pelanggaran terhadap asas dan prinsip Pemilu pada pelaksanaan Pilpres 2024 lalu.
"Saya kira akan ada kejutan itu kalaupun akhirnya dikabulkan, maka ada peluang untuk terjadinya pemungutan suara ulang di sejumlah wilayah yang memang mengindikasikan ada pelanggaran," kata pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini, dalam diskusi Polemik Trijaya di Jakarta, Sabtu (20/4/2024).
Menurut dia, proses persidangan di MK sudah menunjukkan adanya keterlibatan kepala daerah dalam memobilisasi aparatur sipil negara untuk berkampanye atau aktivitas menyerupai kampanye.
Selain itu, ada pula temuan soal pejabat publik dengan latar belakang politikus yang membagi-bagikan bantuan sosial (Bansos) sambil memberikan pesan politis.
Meski demikian, Titi mengakui bahwa sejauh ini MK belum pernah memerintahkan adanya PSU ketika menangani sengketa hasil Pilpres, meski pada penanganan perselisihan Pilpres kali ini ada sejumlah terobosan yang dilakukan oleh MK, seperti misalnya dengan memanggil empat menteri untuk dimintai keterangan, serta mempersilakan para pihak untuk mengajukan kesimpulan.
Titi juga menyinggung sejumlah putusan terbaru dari MK yang dinilai progresif, misalnya dengan menghapus pasal pencemaran nama baik serta menegaskan bahwa tanggal pelaksanaan Pilkada 2024 tidak boleh dipercepat.
"Jadi, ada dinamika yang mengarah kepada cukup progresifnya MK di bawah kepemimpinan hakim Suhartoyo dan Saldi Isra dan melihat juga fakta-fakta persidangan," katanya.
Titi mengatakan, MK juga tidak akan semudah itu memerintahkan PSU dalam sengketa ini, tetapi bakal melihat pengaruh dari pelanggaran yang terjadi terhadap perolehan suara hasil Pilpres 2024.
"Kalau dikuantifikasi itu bisa mengubah konfigurasi perolehan suara, maka dia akan sampai pada putusan pemungutan suara ulang. Itu kalau pembelajaran dari penyelenggaraan pilkada (pemilihan kepala daerah)," kata Titi.
Seperti diketahui, dalam petitumnya, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud meminta MK membatalkan hasil Pilpres, mendiskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran, serta mengadakan PSU tanpa keikutsertaan Prabowo-Gibran.
Petitum seperti itu diajukan karena mereka menilai terjadi kecurangan Pilpres secara terstruktur, sistematis dan masif yang melibatkan ayah Gibran, yakni Presiden Joko Widodo, demi kemenangan Gibran dan Prabowo. (man)