Gorontalo, Harian Umum - Korban tewas dan hilang akibat longsor di tambang emas ilegal di Desa Tulabolo Timur, Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, Minggu (7/7/2024), terus bertambah.
Hingga Selasa (9/7/2024) siang jumlah korban tewas bertambah satu orang menjadi 11, sementara yang hilang bertambah 19 menjadi 52 orang.
"Yang hilang masih dalam pencarian. Yang selamat 44 orang, sudah dievakuasi," kata Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan (KPP) Provinsi Gorontalo, Heriyanto kepada wartawan.
Longsor dipicu hujan deras berkepanjangan sejak Sabtu (6/7/2024) yang juga menimbulkan banjir di lima kecamatan di Kabupaten Bone Bolango.
Seperti dilansir kompas.com, seorang penambang yang selamat, yakni Rusli Mamonto bercerita kalau saat longsor terjadi sekitar pukul 04;00 Wita, ia dan penambang lainnya sedang tertidur, dan tiba-tiba terbangun karena merasakan getaran.
Awalnya, ia mengira getaran itu bersumber dari gempa bumi, sehingga ia buru-buru membangunkan rekan-rekannya.
Namun, karena gelap, ia tidak tahu akan menyelamatkan diri ke arah mana dan memutuskan untuk keluar kamp untuk menyelamatkan diri.
Sementara dan Lukman Mamonto, penambang yang juga selamat, menuturkan bahwa saat kejadian, batu tanah di dalam tambang semuanya bergeser turun ke bawah.
Kejadian longsor terjadi begitu cepat dan suasana di pagi itu terasa mencekam karena ia mendengar suara orang meminta pertolongan di tengah timbunan tanah.
Pasca longsor, hujan masih mengguyur Desa Tulabolo Timur, dan mencapai puncaknya pada Senin (8/7/2024) sekitar pukul 01.00 Wita, sehingga tanah di sekitar lokasi tambang masih terus bergerak.
Menurut informasi, ada ratusan penambang dan pedagang di lokasi tambang emas yang hanya memiliki panjang 150 meter itu. Longsor menimbun tambang itu, dan membuat pintu masuknya tak lagi terlihat.
Heryanto menjelaskan, pencarian para korban difokuskan pada dua titik, yakni di titik bor 1 dan 3, serta di titik bor 18 dan 19.
Titik bor adalah istilah bagi para penambang untuk mencari emas. Kedua titik tersebut merupakan tempat berkumpul puluhan penambang dan warga yang berjualan kebutuhan harian.
Selain itu, lokasi tersebut merupakan tempat utama para penambang terdampak longsor dan lokasi di mana sebagian besar korban ditemukan.
Di lokasi pertama, ada 83 personel SAR gabungan yang ditempatkan, sementara di lokasi kedua ada 50 personel yang disiagakan untuk melakukan evakuasi.
Lokasi sulit dijangkau
Heriyanto mengakui, meski sudah mengerahkan ratusan orang, tim SAR gabungan terkendala jarak dan medan yang sulit dilalui.
Dalam proses evakuasi, pihaknya harus berjalan kaki sejauh 23,7 kilometer karena jembatan yang biasa dilalui menuju lokasi tambang, putus.
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari mengatakan, tim SAR gabungan harus jalan kaki selama sembilan jam dari pos lapangan menuju lokasi.
Selain itu, alat berat belum tiba di lokasi karena akses yang sulit dan hujan masih sering mengguyur lokasi kejadian. Kondisi tersebut membuat penyelamatan menjadi rentan dan menyulitkan. (man)