Jakarta, Harian Umum-Penyakit hati identikkan dengan beberapa sifat buruk (al-akhlaq al-mazmumah). Penyakit hati yang pertama adalah sombong (Takabur). Allah SWT sangat membenci sifat ini karena merupakan penyebab kafirnya iblis.
Dalam Islam, hati merupakan pokok dari segala perilaku manusia. Bisa dibilang, jika hatinya baik maka perilakunya akan baik. Demikian pula sebaliknya. Jadi, hati yang buruk adalah hati yang berpenyakit. Dalam QS. Al-Isra ayat 37 kita diminta untuk menjauhi sifat sombong.
"Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung," (QS. Al-Isra:37).
Setelah sombong, penyakit selanjutnya adalah ujub. Ujub bisa diartikan mengagumi diri sendiri. Seringkali kebiasaan inilah yang menjadi akar sombong di dalam hati seseorang.
Rasulullah pernah bersabda; “Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: (1) tamak lagi kikir, (2) mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan), dan ujub (takjub pada diri sendiri),” (HR. Abdur Razaq).
Setelah sombong dan ujub, selanjutnya adalah iri dengki atau hasad yang bisa diartikan rasa tidak senang jika melihat orang lain bahagia, sukses, atau mendapat rezeki lebih. Hasad inilah penyakit hati yang bisa menggugurkan pahala. “Waspadalah terhadap hasad. Sesungguhnya hasad mengikis pahala-pahala sebagaimana api memakan kayu,” (HR. Abu Dawud).
Selain tiga di atas, masih ada riya (pamer) dan bakhil (kikir). (RR)
Hadits Qudsi Hari Ini
Dari Abū Hurairah r.a., ia menuturkan: Aku mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya manusia yang pertama kali akan diadili pada hari kiamat adalah seseorang yang (merasa) mati syahid. Ia dihadirkan, lalu ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmatNya. Ia pun tahu itu. Allah bertanya: “Apa yang telah kau buat demi nikmat-nikmat ini?” Ia menjawab: “Aku telah berperang demi Engkau hingga mati syahid.” Allah berfirman: “Kau bohong. Kau berperang supaya disebut pemberani, dan sudah dipenuhi.” Kemudian diperintahkan supaya ia diseret ke hadapan-Nya, dan dijebloskan ke neraka.
Lalu seseorang yang belajar ilmu pengetahuan dan mengajarkannya serta membaca al-Qur’ān. Ia dihadirkan, lalu ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmatNya. Ia pun tahu itu. Allah bertanya: “Apa yang telah kau buat dengan nikmat-nikmat ini?” Ia menjawab: “Aku telah belajar ilmu pengetahuan dan mengajarkannya serta membaca al-Qur’ān demi Engkau.” Allah berfirman: “Kau bohong. Kau belajar supaya disebut berilmu (sebagai ‘ālim), dan kau baca al-Qur’ān supaya ahli baca (qārī’) dan sudah dipenuhi.” Kemudian diperintahkan supaya ia diseret ke hadapan-Nya, dan dijebloskan ke neraka.
Lalu seseorang yang Allah luaskan (rezeki) untuknya, dan ia tunaikan semua kewajiban dari porsi harta itu. Ia dihadirkan, lalu ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmatNya. Ia pun tahu itu. Allah bertanya: “Apa yang telah kau buat dengan nikmat-nikmat ini?” Ia menjawab: “Semua kewajiban yang Engkau kehendaki (dari harta) untuk dinafkahkan sudah aku tunaikan demi Engkau.” Allah berfirman: “Kau bohong. Kau lakukan itu supaya disebut dermawan, dan sudah dipenuhi”. Kemudian diperintahkan supaya ia diseret ke hadapan-Nya, dan dijebloskan ke neraka.” (HR. Muslim dan an-Nasā’ī)