Jakarta, Harian Umum- Umat Islam yang terlibat aksi "Tangkap dan Penjarakan Sukmawati si Penista Agama" di depan Bareskrim Polri, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Jumat (6/4/2018), menuduh Sukmawati Soekarnoputri sebagai pengkhianat.
Pasalnya, Sukmawati yang mengaku seorang Muslimah, menistakan agamanya sendiri melalui puisi berjudul 'Ibu Indonesia' yang membandingkan cadar dengan tusuk konde dan menyatakan bahwa kidung Ibu Indonesia lebih merdu dari suara adzan.
Lebih parah, puisi yang dia bacakan dalam acara Indonesian Fashion Week 2018 pada 28 Maret 2018 itu, dia buat sendiri dan diunggah ke YouTube.
"Negara ini merdeka karena tetesan darah para syuhada, karena tetesan darah para ulama, para santri, lalu ada wanita yang mengaku beragama Islam, yang mengaku Pancasilais, cinta NKRI, tapi menghina syariah Islam. Oleh karena itu dia layak kita sebut sebagai pengkhianat. Setuju ....??!!" teriak orator dari mobil komando.
Puluhan ribu massa yang memadati Jalan Merdeka Timur, sehingga jalan di depan Stasiun Gambir ini ditutup dari belakang Masjid Istiqlal hingga pertigaan menuju Jalan Medan Merdeka Selatan, menyahut: "Setuju ....!!!"
Sukmawati sebenarnya telah meminta maaf, namun seperti disampaikan Jubir PA 212, Dedi Suhardadi, permintaan maaf tidak menggugurkan tindak pidana penistaan agama yang dilakukannya.
"Sukmawati memang sudah meminta maaf, tapi maaf tidak menghilangkan pidana. Jadi, meski kita maafkan, namun biarkan hukum berjalan," katanya.
Dalam aksi yang berlangsung di bawah sengatan terik matahari di siang bolong itu, massa yang di antaranya berasal dari Forum Pembela Islam (FPI), Laskar Pembela Islam (LPI), Forum Syuhada Indonesia (FSI), Aliansi Pergerakan Islam, dan Forum Betawi Rempug (FBR) membaca shalawatan dan meneriakan yel-yel seperti ini; "Tangkap, tangkap, tangkap si Busuk (Bu Sukmawati, red), tangkap si Busuk sekarang juga!"
Ustad Helmi, pengurus PA 212 yang ikut berada di mobil komando, mewarnai aksi ini dengan mengumandangkan adzan dan ayat Al Qur'an dari surah Al Hijr.
"Kita kumandangkan adzan untuk membuktikan suara mana yang lebih indah, suara kidung atau suara adzan!" kata orator sebelum adzan dikumandangkan.
Setelah adzan berlalu, orator kembali bertanya kepada peserta aksi: "Mana yang lebih merdu; suara adzan atau kidung?!"
"Adzan .....!!!!" sahut peserta aksi serentak.
PA 212 menegaskan, jika ada seseorang yang melecehkan, meghina dan merendahkan agama Islam, maka umat wajib membela.
"Kalau menyangkut masalah pribadi, kita diam, tapi yang dilakukan Sukmawati ini menyangkut kehormatan Allah SWT, menyangkut kehormatan Islam, maka kita desak Bareskrim untuk segera memproses kasus penistaan agama ini. Bareskrim harus tunjukkan kalau dalam masalah hukum, kedudukan setiap warga negara adalah sama!" tegas orator aksi.
Sebelumnya, Kadiv Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono berharap penyelesaian kasus Sukmawati dapat diselesaikan di luar pengadilan dengan jalan musyawarah.
"Kita mengingat masyarakat Indonesia ini adalah masyarakat yang bermusyawarah, berdialog, kami juga pihak kepolisian mengutamakan resrorative justice, artinya penyelesaian di luar pengadilan," kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Rabu (4/4/2018).
Ia menjelaskan, restorative justice merupakan suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya.
Menurut dia, jika terjadi kesepakatan antara pelapor, terlapor, dan masyarakat luas dan dilakukan pencabutan pelaporan, selanjutnya musyawarah dapat dilakukan.
"Kalau tidak bisa dilakukan restorative justice, kalau memang itu suatu pidana nanti kami lakukan pemeriksaan, tapi kami cek, kami gelarkan apakah nanti setelah melakukan pemeriksaan apakah ada unsur pidana atau tidak di situ," tegasnya.
Seperti diketahui, hingga Kamis (5/4/2016) sudah ada 15 pihak yang melaporkan Sukmawati. Dua di antaranya dilaporkan ke Polda Metro Jaya. (rhm)