Jakarta, Harian Umum - Dua saksi kunci kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita alias Vina Cirebon dan kekasihnya, Muhammad Risky Rudiana alias dan Eky, pada Agustus 2016 di Cirebon, Jawa Barat, Rabu (10/7/2024) dilaporkan ke Bareskrim Polri karena diduga memberikan keterangan palsu saat diperiksa Polres Cirebon.
Kedua saksi kunci bernama Aep dan Dede itu dilaporkan mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dan kuasa hukum keluarga tujuh dari delapan terpidana kasus itu yang pada tahun 2017 divonis hukuman penjara seumur hidup oleh pengadilan.
Ketujuh terpidana tersebut adalah Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, dan Rivaldi Aditya Wardana.
Sementara satu terpidana lagi, yakni Saka Tatal yang divonis 8 tahun penjara telah bebas pada April 2020 karena mendapat remisi berkali-kali.
Laporan Dedi dan kuasa hukum ketujuh terpidana itu diregistrasi sebagai laporan perkara Nomor LP/B/227/VI/2024/SPKT/BARESKRIM POLRI.
"Betul hari ini saya buat laporan atas nama para terpidana," kata kuasa hukum keluarga ketujuh terpidana, Rully Panggabean, usai melapor di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan.
Rully menegaskan, laporan tersebut dibuat untuk mendapatkan bukti baru (novum) untuk kepentingan pengajuan permohonan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
"Ini adalah rangkaian kegiatan untuk mencari bukti-bukti lain. Ke depan masih ada lagi. Nah, jadi mudah-mudahan kalau ini diterima dan terbukti, kita bisa ajukan PK (ke MA)," ujarnya.
Seperti diketahui, Aep dan Dede diduga memberi keterangan palsu karena keduanya diperiksa penyidik Polres Cirebon, kesaksian keduanya membuat delapan orang ditangkap dengan tujuh di antaranya divonis penjara seumur hidup dan seorang dipenjara 8 tahun.
Dugaan keterangan palsu mengemuka karena banyak saksi yang mengetahui bahwa pada saat pembunuhan Vina dan Eky terjadi, Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, dan Eko Ramadhani nongkrong-nongkrong di warung Bu Titin bersama lima temannya yang lain, lalu pindah ke rumah Hadi dan terakhir tidur di rumah kontrakan milik ketua RT setempat yang bernama Abdul Pasren, dan rumah itu sedang kosong.
Kelima teman para terpidana itu salah satunya Kahfi, anak Abdul Pasren. Yang lain di antaranya Pramudya, Teguh dan Sodikun.
Kepada Dedi Mulyadi, Pramudya dan Teguh mengakui saat diperiksa di Polres Cirebon dan Polda Jawa Barat, mereka diarahkan untuk mengakui bahwa Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, dan Eko Ramadhani adalah pembunuh Vina dan Eky, karena Pasren bersaksi mereka tidak tidur di rumah kontrakannya saat Vina dan Eky dibunuh, melainkan sehari sesudahnya.
Karena takut dijadikan tersangka, mereka membuat kesaksian palsu sesuai kemauan penyidik.
Tapi saat dijadikan saksi di persidangan, mereka dan Sodikun berusaha menjelaskan yang sebenarnya, tetapi hakim mengabaikan.
Kesaksian Aep bahkan membuat Pegi Setiawan ditangkap dan dijadikan tersangka otak pembunuhan Vina dan Eky, karena Aep mengaku sempat melihat Pegi dan kawan-kawan melempari motor Eky dan Vina dengan batu saat melintas di depan SMPN 11 Cirebon, Jalan Perjuangan, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon. Aep mengaku melihat kejadian itu sekitar pukul 21:30 WIB saat membeli rokok di warung di depan tempat cucian mobil di mana saat itu ia bekerja. Jarak SMPN itu dengan warung sekitar 100 meter.
Saat Dedi dan tim Youtube-nya menguji kesaksian Aep, dari keterangan warga terbongkar kalau pada 2016 tak ada warung rokok di depan tempat Aep bekerja dan kalau malam Jalan Perjuangan gelap karena minim penerangan.
Saat diwawancarai sebuah stasiun televisi nasional, mantan Kabareskrim Polri Komjen (Purn) Susno Duadji mempertanyakan, bagaimana Aep bisa mengenali Pegi dengan sangat jelas, termasuk warna motornya yang pink, dari jarak 100 meter dan dalam.keadaan gelap?
Susno pun curiga Aep memberikan keterangan palsu. (rhm)