Banten, Harian Umum- Erupsi tanpa henti sejak Juni 2018 lalu membuat tinggi Gunung Anak Krakatau dui Selat Sunda menyusut lebih dari separuh.
Pada letusan 22 Desember 2018, longsoran gunung ini yang dipicu oleh erupsinya, mengirim gelombang tsunami setinggi 2-3 meter ke pesisir Kabupaten Pandeglang dan Serang, Banten, dan pesisir Lampung Selatan, menewaskan lebih dari 400 orang dan mencederai lebih dari 1.000 orang.
"Perubahan tubuh Gunung Anak Krakatau. PVMBG memperkirakan yang semula tinggi 338 meter, saat ini 110 meter. Volume Anak Krakatau hilang 150-170 juta m3. Volume saat ini 40-70 juta m3. Berkurangnya volume tubuh GAK disebabkan proses rayapan tubuh & erosi selama 24-27/12/2018," jelas Kepala Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho melalui akun Twitter @Sutopo_PN seperti dikutip harianumum.com, Sabtu (29/12/2018).
Pada Rabu (26/12/2018) lalu Anak Krakatau kembali meletus hebat dan untuk kali pertama sejak letusan pada Juni 2018, gunung berapi aktif itu menyebarkan abu vulkanik ke wilayah Serang dan Cilegon, Banten, serta Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.
Laman resmi Biro Metereologi Australia di Darwin melaporkan, letusan itu menghasilkan kolom abu setinggi 5.500 kaki ke arah barat daya dan 1.800 kaki ke arah timur, dan memperkirakan hingga 18 hari setelah letusan ini, Anak Krakatau masih akan menghembuskan abu vulkanik hingga setinggi 1.800 meter.
"Avian color code: red," biro itu memperingatkan maskapai penerbangan agar untuk sementara pesawatnya jangan dulu melintas di dekat Gunung Anak Krakatau.
Sehari setelah itu, atau Kamis (27/12/2018), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menaikkan status gunung itu dari waspada (level II) menjadi Siaga (level III) karena gunung ini masih terus bererupsi.
Pada Jumat (28/12/2018) pagi gunung ini kembali erupsi dan melepaskan awan panas ke arah selatan.
Aktifnya gunung ini membuat PVMBG mengingatkan masyarakat agar jangan melakukan aktivitas hingga radius 5 kilometer dari kawah gunung itu, dan masyarakat juga diimbau untuk tidak beraktivitas di pantai, karena dikhawatirkan gunung itu akan kembali mengirimkan tsunami.
Soal menyusutnya tubuh Gunung Anak Krakatau yang diketahui berdasarkan gambar yang dikirim satelit Japan Aerospace Exploration Agency, diketahui kalau sisi barat daya gunung berapi itu telah hilang akibat erupsi.
Kepala penelitian dan inovasi di Universitas Sheffield, Dave Petley, mengatakan, setelah gambar serupa dari satelit Badan Antariksa Eropa dianalisis, pihaknya mendukung adanya teori bahwa tanah longsor yang sebagian besar terhadi di bawah laut merupakan pemicu tsunami pada 22 Desember lalu.
"Tantangannya sekarang adalah menafsirkan apa yang mungkin terjadi di gunung berapi, dan apa yang mungkin terjadi selanjutnya," kata dia seperti dilansir Dailymail, Jumat (28/12/2018).
Gunung Anak Krakatau merupakan keturunan dari Gunung Krakatau yang meletus pada 1883, dan yang hembusan abunya sempat memengaruhi iklim global selama beberapa bulan.
Keberadaan gunung ini mulai diketahui pada 1929, saat terjadi letusan-letusan dari dasar laut. Sejak itu, gunung berapi itu terus tumbuh hingga mencapai ratusan meter dari permukaan laut. (rhm)