Jakarta, Harian Umum- Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah memuji langkah Koalisi Rakyat Jakarta (KRJ) melaporkan Sekda DKI Jakarta Saefullah ke Mendagri Tjahjo Kumolo, namun pengamat ini juga menilai langkah itu terlalu cepat dan cenderung prematur.
"KRJ cukup kreatif dengan langsung bertindak ketika menemukan ada yang janggal pada hasil seleksi terbuka 14 jabatan petinggi pratama yang dilakukan Pansel (panitia seleksi) pimpinan Sekda pada Oktober-November 2018, tapi terlalu cepat melapor ke Mendagri," katanya kepada harianumum.com di Jakarta, Selasa (8/1/20!9).
Ia menjelaskan, dari 14 jabatan yang diseleksi tersebut, tiga petinggi pratama telah dilantik untuk mengisi tiga jabatan, sementara tujuh jabatan lagi telah diumumkan hasil seleksinya, dan empat sisanya masih belum dipublish.
Dari tujuh jabatan yang diumumkan, Pansel merekomendasikan tiga nama untuk setiap jabatan, dimana nama-nama itu akan diajukan kepada Gubernur Anies Baswedan agar untuk setiap jabatan dipilih salah nama dari tiga yang direkomendasikan.
"KRJ menemukan kejanggalan pada salah satu nama yang direkomendasikan untuk menduduki jabatan kepala Dinas Kesehatan, karena dari tiga nama itu terselip seorang birokrat bergelar insinyur, yakni Andono Warih. Padahal sesuai pasal 19 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomir 971/MENKES/PER/XI/2009 tentang Standar Kompetensi Pejabat Struktural Kesehatan, ditetapkan bahwa kepala dan sekretaris Dinas Kesehatan berlatar belakang pendidikan sarjana kesehatan dengan pendidikan sarjana strata 2 di bidang kesehatan masyarakat," jelas Amir.
Ia mengakui, memang aneh jika Pansel yang dipimpin Sekda meloloskan seorang insinyur untuk jabatan kepala Dinas Kesehatan, sehingga harus dikritisi.
"Tapi jangan lupa, nama Andono dan dua nama lain yang direkomendasikan Pansel untuk menjadi kepala Dinas Kesehatan, yakni Ida Bagus Nyoman Banjar dan Juaini, akan diserahkan ke Gubernur untuk dipilih salah satunya. Karena nama Andono sudah diributkan KRJ, belum tentu nama itu dipilih Gubernur saat disodorkan kepadanya," kata Amir.
Ketua Budgeting Metropolitan Watch (BMW) ini juga mengingatkan, sesuai UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), kinerja Pansel diawasi oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan komisi itu pun kini pastinya telah tahu background Andono, sehingga tidak menutup kemungkinan KASN akan meminta Pansel mencoret nama itu.
"Satu hal yang juga penting, susunan nama-nama dalam pengumuman itu sesuai abjad, sehingga nama yang berada paling atas bukan berarti yang diprioritaskan untuk dipilih Gubernur," imbuhnya.
Karena alasan-alasan ini, Amir menegaskan bahwa tindakan KRJ melaporkan Sekda ke Mendagri memang terlalu cepat.
"Seharusnya tunggu. Kalau Gubernur tetap memilih nama itu, barulah dilaporkan," pungkasnya.
Untuk diketahui, Selasa (8/1/2018) ini KRJ yang merupakan gabungan empat LSM, yakni Humanika Jakarta, Rekan Indonesia DKI Jakarta, JMN dan Gema Nusantara, melaporkan Sekda ke Mendagri karena menduga telah menyalahgunakan kewenangnya, sehingga meloloskan Andono untuk jabatan kepala Dinas Kesehatan.
LSM baru ini bahkan menengarai kalau sejak awal, seleksi terbuka ini sudah berbau politis karena calon dari Dinkes yang lolos tahapan demi tahapan merupakan para pejabat yang bermasalah, baik dalam memberikan pelayanan kepada warga DKI maupun dalam penggunaan anggaran APBD Dinkes DKI.
"Dan sekarang semakin nampak dipermukaan dengan lolosnya calon kKadis Kesehatan bertitel Insinyur" ujar Sekretaris Wilayah Rekan Indonesia DKI Jakarta. Asep Firdaus.
KRJ menuding hasil akhir seleksi terbuka pejabat tinggi pratama Pemprov DKI cacat hukum karena Sekda telah melanggar aturan yang dibuatnya sendiri karena pada bagian persyaratan umum nomor 8 untuk mengikuti seleksi tersebut disebutkan bahwa peserta memiliki pengalaman jabatan dalam bidang tugas yang terkait dengan rumpun jabatan yang akan diduduki paling singkat selama 5 tahun secara komulatif.
"Apa yang sudah diputuskan Sekda Pemprov DKI jika ditilik melalui UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan pasal 87, berpotensi menimbulkan akibat hukum, karena dapat di-PTUN-kan" tegas Bobby Khana dari Jakarta Monitoring Network (JMN).
Atas laporannya, KRJ menuntut mendagri agar memberikan sanksi pemecatan kepada Sekda jika terbukti menyalahgunakan wewenang dan jabatannya yang mengakibatkan terjadinya malaadministrasi di Pemprov DKI. (rhm)