Jakarta, Harian Umum - Upaya pemberantasan praktik KKN di lingkungan Pemprov DKI Jakarta ternyata belum membuahkan hasil maksimal. Pasalnya praktik kotor tersebut masih berlangsung mulus, bahkan muncul korupsi gaya baru.
Koordinator Lembaga Pemantau Penyimpangan Aparatur Daerah (LP2AD), Victor Irianto Napitupulu menyebutkan, korupsi gaya baru tersebut terendus dalam materi pembangunan sistem polder aliran barat. Angkanya pun cukup fantastis, yaitu sebesar Rp39,9 miliar.
"Kuat dugaan praktik kongkalikong ini bisa berlangsung mulus karena kerjasama yang rapi antara Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ), Dinas Tata Air DKI dan pihak swasta," kata Victor melalui siaran elektroniknya, Kamis (23/3).
Victor menuturkan, dugaan korupsi gaya baru ini berawal dari jawaban Kepala Dinas Tata Air, Teguh Hendrawan pada 11 Agustus 2016 lalu yang menyebutkan keseluruhan administrasi PT Asiana Technologi Lestary (ATL), selaku pemenang tender, sudah sesuai dengan kebutuhan kegiatan.
Padahal, berdasarkan penelusuran LP2AD, administrasi PT ATL diketahui cacat demi hukum. Hal tersebut terlihat di administrasi STP Distributor Tunggal Barang Produksi Luar Negeri per 30 Juni 2016, tidak sesuai dengan keterangan domisili perusahaan.
"Padahal di tanggal tersebut proses lelang ulang sedang berjalan. Kedua, yang paling miris menurut saya, STP Distributor Tunggal terbit per 30 Juni 2016 oleh Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Fetnayeti. Namun Nota Dinas Pokja BK.J Nomor 1426/BK.J/-1.793.2 tanggal 12 Juli 2016 terbit pula," papar Victor.
"Hal inii mengindikasikan seakan-akan Ketua Pokja BK.J dan oknum Dinas Tata Air mengarahkan kegiatan dimaksud untuk PT ATL dengan mengabaikan peserta lain seperti PT Indobara Bahana dan PT. Penata Karya Keluarga Utama," lanjut dia
Persoalan lain yang dipertanyakan adalah, penetapan PT ATL dengan domisili yang berbeda dikabulkan BPPBJ. "Dari beberapa kesalahan administrasi tersebut, kami menduga PT ATL ada persekongkolan dengan Kepala BPPBJ dan Kadis Tata Air DKI," tegas Victor.
Melihat dugaan kasus pembangunan polder senilai Rp 39,9 miliar ini, Victor mengaku sudah melaporkannya ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI.
"Awalnya, keberadaan PT ATL di Intercon sesuai dokumen perusahaan saat pendaftaran. Pada proses evalusi ternyata domisilinya beruban di Taman Aries sesuai penetapan BPPBJ. Inilah bentuk korupsi gaya baru di DKI yang saya maksud," pungkas Victor. (DMS)