Jakarta, Harian Umum- DPRD DKI Jakarta diminta melibatkan aktivis dalam proses pembahasan Pansus Tower Mikrosel agar proses ini berjalan transparan dan tidak masuk angin.
"Terlalu banyak persoalan dalam penanganan Tower Mikrosel ilegal ini, sehingga kami khawatir akhir dari Pansus jauh dari harapan seperti halnya beberapa Pansus yang dibuat DPRD," kata Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar), Sugiyanto, kepada harianumum.com, Jumat (4/5/2018).
Ia mengakui, Pansus ini sangat penting karena maraknya tower mikrosel ilegal bukan hanya merugikan Pemprov DKI dari sektor pajak dan retribusi, tapi juga membuktikan adanya jaringan oknum di lingkungan Pemprov yang hanya memikirkan isi kantongnya sendiri dibanding menegakkan peraturan dan membuat provinsinya yang merupakan barometer bagi daerah lain, lebih maju dari saat ini.
"Miris bahwa SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang terkait dengan perizinan tower mikrosel ini cukup banyak, namun tower mikrosel tak berizin dan yang izinnya sudah kadaluarsa, juga sangat banyak. Ribuan," katanya.
SKPD dimaksud di antara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Dinas Komunikasi, informasi dan Kehumasan (Diskominfonas), Dinas Bina Marga, Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD), serta Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (Citata).
Aktivis yang akrab disapa SGY itu juga menyesalkan di awal pembentukan Pansus, terjadi polemik, karena meski pembentukan Pansus ini sudah direkomendasikan Komisi A sejak Januari 2018, namun SK pembentukan Pansus itu baru ditandatangani Ketua DPRD Prasetio Edy Marsudi pekan ini. Itu pun setelah diributkan media massa.
"Karena itu, mau tak mau DPRD sebaiknya melibatkan aktivis dalam proses pembahasan Pansus sebagai pengamat dan pemantau agar pembahasan dapat transparan dan anggota maupun pimpinan Pansus nggak bakal berani main-main," tegasnya.
Seperti diketahui, informasi tentang maraknya tower mikrosel ilegal bermula dari adanya laporan dari masyarakat kepada Gubernur Anies Baswedan, dan bocor ke Wakil Ketua DPRD M Taufik.
Laporan ini kemudian menjadi konsumsi media, dan pada Desember 2017 Komisi A secara maraton memanggil SKPD-SKPD yang terkait dengan tower-tower itu, plus perusahaannya. Antara lain PT Bali Towerindo Sentra.
Pada Januari 2018, Komisi A merekomendasikan pembentukan Pansus Tower Mikrosel dengan Wakil Ketua DPRD Abraham 'Lulung' Lunggana sebagai ketuanya, namun hingga akhir April 2018 SK pembentukan pansus itu tak juga diteken ketua DPRD.
Ada beragam isu yang berhembus di seputar kejadian ini. Antara lain adalah karena tower mikrosel ilegal marak sejak 2015 hingga 2017, atau pada era Gubernur Ahok, sementara Prasetio selain akrab dengan Ahok, juga merupakan ketua tim sukses Ahok saat Pilkada DKI 2017, sehingga diduga kuat Prasetio tak mau Pansus dibentuk karena bisa menyeret nama Ahok.
Namun ada juga isu yang menyebut kalau Prasetio tak juga menandatangani SK itu karena para pngusaha tower mikrosel telah menggelontorkan dana kepada politisi PDIP itu.
Baru pada Kamis (2/5/2018), Prasetio yang sangat sulit ditemui sejak pembentukan Pansus ketahuan mandeg di tangannya, buka mulut kepada pers.
"Sudah, SK nya sudah saya tandatangani. Jadi, Pansus tinggal jalan,” katanya.
Politisi PDIP ini mengaku, dirinya baru meneken SK itu karena dirinya sangat berhati-hati sekali dalam memutuskan apakah pembentukan Pansus ini harus ditandatanganinya atau tidak.
“Saya harus minta pendapat partai juga dalam memutuskan apakah SK ini harus saya tandatangani apa tidak. Akhirnya, partai pun membantu saya, dengan melakukan kajian mendalam terlebuh dahulu terkait penting dan tidaknya pansus mikrosel ini dijalankan. Akhirnya partai memutuskan ke saya kalau pansus mikrosel ini dijalankan. Ya, akhirnya SK nya saya tandatangani juga,” katanya.
Menurut catatan harianumum.com, salah satu Pansus bentukan DPRD yang berkinerja jauh dari harapan adalah Pansus Aset yang dibentuk pada Juni 2017. Apa hasil Pansus ini sampai sekarang masih belum jelas, sehingga pengamat kebijakan publik Amir Hamzah sempat meminta Gubernur Anies Baswedan berkirim surat ke pimpinan DPRD agar kinerja Pansus ini diefektifkan
Pasalnya, Pansus yang dipimpin Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono itu sejatinya harus dapat menjawab hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) tentang aset-aset Pemprov DKI Jakarta yang tidak jelas keberadaannya, karena soal aset ini termasuk yang direkomendasikan BPK untuk diselesaikan.
"Jika soal aset ini tidak tuntas, kemungkinan besar pengelolaan keuangan DKI akan sulit mendapatkan WTP dari BPK karena dinilai masih ada utang perkara yang berpotensi merugikan keuangan daerah yang belum diselesaikan," kata Amir kepada harianumum.com pada , 26 Februari 2018 di Jakarta. (rhm)