Jakarta, Harian Umum, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menilai Pemerintah DKI Jakarta tidak serius menggelar acara Konsultasi Publik terhadap Kajian Lingkungan Hidup Strategis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Seharusnya pemerintah memiliki kewajiban mengundang semua elemen termasuk Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta. Organisasi itu dibuat dari berbagai organisasi yang menentang reklamasi.
"Undangan diberitahukan secara tidak patut, Peserta undangan juga tidak menerima undangan secara resmi dan tidak diberikan secara khusus kepada masing-masing undangan. dan diterima pada Kamis sekitar pukul 19.00 WIB” Ujar Pengacara Publik LBH DKI Jakarta, Tigor Hutapea Jumat, 10 Maret 2017.
Tigor menjelaskan bahwa pihaknya baru mendapatkan surat undangan dari Pemerintah DKI pada Kamis malam, 9 Maret 2017. Surat undangan itu dikatakan membahas konsultasi publik mengenai pembangunan Pulau C dan D.
Pemerintah membutuhkan kajian itu sebagai rujukan untuk mengesahkan Perda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Dalam undangan tersebut juga tidak adanya kerangka acuan (term of reference). Pemerintah hanya mengirimkan jadwal agenda acara, sehingga tidak ada kejelasan arah kegiatan. Para peserta bahkan tidak mendapat bahan materi yang akan dibahas
Tigor menilai Kejadian ini dianggap cara pemerintah untuk memanipulasi pembahasan poin-poin yang penting. Ia menduga Pemerintah DKI melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup dan PP Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang memandatkan adanya informasi di awal sebelum memulai pembentukan KLHS.
KLHS seharusnya dilakukan sebelum proyek itu berjalan. Justru saat ini Pulau C dan D telah terlebih dulu selesai dibangun, kemudian dibuatkan konsultasi publik dan kajiannya. Artinya seharusnya tidak ada proyek reklamasi berjalan sebelum ada KLHS.
Pemerintah DKI juga dinilai lalai dengan menempatkan Sawarendro dan Ir. Hesti Nawangsidi sebagai penanggap kajian KLHS. Penanggap tersebut merupakan konsultan pengerjaan proyek reklamasi yang berkepentingan agar proyek reklamasi terus berjalan.
“Seharusnya penanggap merupakan pihak yang independen dengan kepentingan ilmiah dan semata-mata untuk kepentingan lingkungan hidup bukan konsultan proyek reklamasi,” katanya.
Sedangkang Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan, Puspa Dewy, menegaskan Ia sebagai kelompok yang akan terkena dampak langsung dari reklamasi pantai utara Jakarta bahwa forum ini sama sekali tidak layak dinyatakan sebagai konsultasi, melainkan sosialisasi an sich.
“Masyarakat pesisir, khususnya perempuan juga harus diberikan informasi awal untuk dikritisi dengan bahasa yang bisa dimengerti," ujar dia.