Jakarta, Harian Umum- Belasan ulama dan habaib dari lima wilayah kota administratif di Jakarta, Minggu (1/4/2018), berkumpul di Masjid Yayasan As Sa'dah, Pondok Kelapa, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, untuk menutup pengajian yang rutin diselenggarakan setiap minggu pagi di masjid tersebut.
"Penutupan pengajian ini dalam rangka menyambut Ramadhan 1439 Hijriah yang jatuh pada pertengahan Mei 2018," jelas Ketua Pengajian Masjid Yayasan As Sa'adah, Munir Arsyad, kepada harianumum.com.
Ulama dan habaib yang hadir di antaranya Ketua MUI Jakarta Barat KH Munahar Mukhtar; KH Syamsul Ma'arif dari Jakarta Pusat; KH M Syahroni dan KH Abdul Azis dari Jakarta Timur; Habib Ali bin Abdul Rahman Assegaf dari Jakarta Selatan; dan KH Marhadi al Khotibi serta KH Yayan Sophian dari Jakarta Utara.
Hadir pula KH Sutan Siregar, ulama yang bermukim di Seattle, Amerika Serikat.
Selain memberikan tausyiah kepada ribuan umat Muslim dan Muslimah yang memadati masjid, penutupan pengajian ini juga diisi doa bersama agar gubernur dan Wagub yang terpilih melalui Pilkada DKI 2017, yakni Gubernur Anies Baswedan dan Wagub Sandiaga Uno, tetap istiqomah dalam menjalankan amanat yang diberikan rakyat Jakarta, dan dapat memenuhi visi misinya untuk menjadikan Jakarta sebagai kota yang maju dan kota dengan warga yang berbahagia.
"Kita juga mendoakan semoga di tahun politik, baik di tahun ini dimana ada penyelenggaraan Pilkada di 171 daerah, dan tahun depan dimana ada Pileg dan Pilpres, kondisi negara tetap kondusif dan dari Pilpres terpilih pemimpin yang terbaik bagi bangsa dan negara, terutama bagi umat Islam," imbuh Munir.
Diakui, dalam empat tahun terakhir, terhitung sejak pasangan Jokowi-JK memenangkan Pilpres 2014 dan menjadi presiden serta Wapres untuk periode 2014-2019, kehidupan di Tanah Air kurang menguntungkan bagi umat Islam karena pemerintahan yang didukung PDIP, Golkar, Hanura, NasDem, PPP dan PKB ini sangat nyata anti terhadap Islam.
Karenanya, tegas Munir, jika pada Pilpres 2014 ulama dan habaib cenderung pasif dalam berpolitik, tahun ini dan tahun depan ulama dan habaib akan berada di garis depan untuk memimpin umat agar terpilih pemimpin yang Islami, bukan boneka, bukan orang yang tak punya kemampuan dalam memimpin, dan bukan orang yang ribut bicara tentang NKRI, tapi kebijakan dan perilakunya justru merusak NKRI.
Apa yang dikatakan Munir ini dibenarkan KH Munahar Muchtar. Ia mengatakan, ulama memang harus berpolitik, karena jika ulama hanya fokus pada masalah spiritual, maka yang terjadi seperti saat ini; negara dikuasai Yahudi dan non-Muslim, sehingga umat Islam tertindas.
"Saat ini ada tiga jenis ulama, yakni ulama politik atau ulama yang sudah terjun ke dunia politik; ulama murni yang setiap hari berdakwah; dan ulama yang setiap hari kerjanya berzikir yang dikenal dengan sebutan ulama langitan. Sekarang ketiganya akan bergerak untuk kepentingan umat ke depan," katanya.
Ketua MUI Jakarta Barat ini mengestimasi bahwa di tingkat nasional soliditas ulama untuk menghadapi Pilpres 2019 sudah sekitar 60%, sementara di tingkat DKI sudah sekitar 95%.
Ketika ditanya apakah koordinasi para ulama ini akan langsung kepada Imam Besar Umat Islam Indonesia Habib Rizieq Shihab? Ulama yang kerap diundang berceramah di Istana ini menjawab "salah satunya".
"Habib Rizieq adalah motivator kekuatan umat Islam di Indonesia. Beliau seorang pendobrak, macan yang bangun untuk mengobarkan semangat jihad. Beliau ini jika di zaman Rasulullah, sama dengan Sayidinna Umar. Umat Islam Indonesia butuh dia," tegasnya.
KH Munahar juga mengatakan kalau ulama dan habaib telah siap dengan risiko yang kemungkinan akan dihadapi mengingat Presiden Jokowi sangat berambisi untuk kembali terpilih di 2019.
Karenanya, kata dia, ulama dan habaib akan menerapkan strategi tertentu, termasuk dalam berdakwah, sehingga umat hanya akan memilih calon yang islami dan berakhlakul karimah.
"Caranya, antara lain, dengan mengubah pola dan cara berdakwah, sehingga apa yang disampaikan tepat sasaran, tapi tidak sampai berurusan dengan yang berwajib," katanya.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu pemerintah sempat bikin heboh karena mewacanakan untuk mengatur materi khotbah ulama, sementara pada Juni 2017 media terkemuka di Singapura, The Straits Times, memberitakan bahwa aparat Pemerintah Indonesia tengah memata-matai masjid di Jakarta untuk melawan radikalisme.
"Aparat yang dikerahkan ditugaskan untuk mencari tahu siapa yang mengelola masjid dan materi apa yang disebarkan," jelas media tersebut. (rhm)