JAKARTA, HARIAN UMUM - Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Achmad Nawawi menyoroti permasalahan pendidikan di Ibukota yang tak kunjung membaik. Menurutnya kebijakan yang dikeluarkan Pemprov DKI belum sepenuhnya berpihak pada warga yang tidak mampu.
"Berbicara soal perjuangan pendidikan, saya menganggap perjuangan saya dalam pendidikan belum selesai sampai hari ini. Masih banyak kasus orang miskin yang anaknya tidak bayar SPP sampai 2 tahun, nggak bayar sampai ujian. Karena nggak bayar begitu lulus ijazah ditahan. Kasus seperti itu tadinya hanya cerita-cerita saja, nggak pernah datang ke rumah saya tuh. Begitu saya menjadi anggota dewan setiap Sabtu atau Minggu, di rumah ada saja yang mengadu itu anaknya sudah 18 bulan belum bayar SPP padahal mau ujian besok," kata Nawawi saat menggelar Reses di Jalan Syaridin, Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Minggu (23/2/2020).
"Saya merasakan tidak ada Gubernur DKI siapapun Gubernur-nya, kalau cerita pendidikan yang peduli pada orang miskin sepanjang penerimaan murid baru sekolah negeri syaratnya NEM (nilai Ebtanas) murni. Maka selama itu pula sampai kiamat orang miskin, anaknya tidak akan masuk SMA Negeri 28, yang masuk sekolah negeri itu pasti orang mampu," lanjutnya.
Menurut Nawawi, sikap Pemprov DKI tersebut bisa dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. "Makanya saya rewel betul apa Gubernur tidak pernah baca UUD 45 pasal 31, dimana salah satu pasalnya menyebutkan Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Jadi sudah menjadi kewajiban pemerintah urusi masalah pendidikan, termasuk membiayai seluruh kebutuhan sekolah sampai yang kecil. Perhatian harus diberikan tidak hanya bagi yang bersekolah di negeri namun juga swasta. Meskipun di swasta, kan orang Jakarta juga anak Jakarta, jadi sudah semestinya sama-sama berhak menikmati APBD DKI," ujar Nawawi.
Karena itu Nawawi mendesak, Pemprov DKI segera membenahi berbagai masalah yang menyangkut peningkatan kualitas pendidikan. Pergub (peraturan gubernur) soal kategori warga miskin yang harus menerima bantuan pendidikan seperti KJP (kartu Jakarta pintar) harus segera ditetapkan.
"Dinas sosial sebagai unit yang memverifikasi data warga tidak mampu dan seluruh stakeholder yang berkaitan dengan pendidikan termasuk komisi E harus duduk bareng untuk segera menetapkan Pergub terkait kategori masyarakat yang tidak mampu. Harus betul-betul jelas siapa saja yang termasuk sebagai masyarakat tidak mampu. Karena selama ini, program pendidikan bagi bagi warga miskin tidak tepat sasaran. Malah djtemukan 126.000 kartu KJP jatuh ke tangan warga yang tergolong mampu," urai dia.
Selain itu, politisi Demokrat itu menambahkan, rencana pembangunan Boarding school (sekolah berasrama) yang tahun ini batal dibangun harus segera direalisasikan. Boarding school tersebut nanti didirikan khusus untuk siswa yang tidak mampu.
"Tahun ini memang amat disayangkan rencana pembangunan boarding school lahirnya dibatalkan saat rapat badan anggaran. Penyebabnya belum ada kajian terkait rencana pembangunan sekolah tersebut. Padahal Jakarta harus punya boarding school boarding school kayak pesantren tetapi unggul dan mewah. atu sekolah memerlukan lahan sekurang-kurangnya tiga setengah hektar. Kenapa perlu lahan sebesar itu karena di dalamnya ada kolam renang ada lapangan bola dan seluruh fasilitas olahraga tersedia di dalamnya. Siswanya nginep di situ, makan gratis dan gurunya sebagian piket di situ. Untuk siapa itu ? Yang boleh mendaftar ke boarding hanya orang miskin. Ini harus jadi yang pertama kali dalam sejarah. Jakarta harus begitu, sekali-kali lah orang miskin jadi perhatian Gubernur," pungkasnya. (Zat)