Jakarta, Harian Umum- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan merevisi Pergub Nomor 120 Tahun 2018 yang menunjuk PT Jakarta Propertindo (Jakpro) untuk mengelola empat pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta, yakni Pulau C, D, G dan N.
Hal ini diketahui saat seorang wartawan mendatangi Biro Hukum DKI untuk meminta salinan Pergub tersebut.
"Maaf, Pergub itu sudah ditarik lagi, untuk direvisi," jelas seorang pegawai di SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) itu, Kamis (6/12/2018).
Tak dijelaskan apa alasan revisi Pergub tersebut, namun Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah menduga kalau Pergub itu direvisi karena ada yang tidak cocok dengan situasi dan kondisi ril di lapangan pada saar ini, akibat kajian akademik yang dibuat untuk dasar penyusunan Pergub tersebut, kurang komprehensif.
Pasalnya, di antara keempat pulau tersebut satu di antaranya, yakni Pulau D, telah layak huni karena di situ telah dibangun kompleks perumahan, kompleks pertokoan, dan fasilitas lain, termasuk infrastruktur berupa jalan dan jembatan.
Tak hanya itu, pada Agustus 2017 Pemprov melalui Sekda Saefullah menandatangani perjanjian kerjasama (PKS) dengan PT Kapuk Naga Indah, perusahaan yang membuat Pulau C dan D, untuk pengelolaan Pulau D hingga jangka waktu 30 tahun.
"Hingga kini publik tidak tahu apa isi PKS itu, namun jika Pergub itu kini direvisi, berarti memang ada masalah di dalamnya, sehingga perlu disingkronisasi lagi dengan kondisi ril di lapangan saat ini," katanya kepada harianumum.com di Gedung DPRD, Jakarta Pusat.
Ketua Budgeting Metropolitan Watch (BMW) ini menilai, untuk kebijakan yang berdsmpak besar dan berimbas kepada masyarakat luas, sejatinya penyusunan naskah akademik tak hanya melibatkan akademisi, namun juga masyarakat, terutama masyarakat yang terdampak, karena mereka yang lebih tahu kondisi di lapangan. Apalagi karena bila terkait proyek reklamasi di Teluk Jakarta, acuannya tak hanya Keppres Nomor 52 Tahun 1995 tentang Pembangunan Pulau Reklamasi di Pantai Utara Jakarta, karena setelah Keppres itu terbit, 12 tahun kemudian terbut UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang kemudian direvisi menjadi UU Nomor 1 Tahun 20014.
Yang juga menjadi masalah, lanjut Amir, Anies menerbitkan Pergub Nomor 120 Tahun 2018 tidak didahului pengesahan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, sehingga rencana Anies mengelola empat pulau hasil reklamasi melalui PT Jakpro, tidak memiliki payung hukum.
"Padahal kalau kedua Raperda ini disahkan, ini juga akan menjadi produk turunan dari UU Nomor 1 Tahun 2014, PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Nasional, dan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang," katanya.
Amir juga menyesalkan tindakan Anies yang tidak membongkar bangunan-bangunan di Pulau D saat pulau itu dan Pulau C disegel pada Juni 2018 lalu, akibat tidak memiliki IMB (Izin Mendirikan Bangunan), dan pada November 2018 lalu Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTST) menerbitkan IMB untuk bangunan-bangunan di Pulau D, sehingga segel yang dipasang di bangunan-bangunan itu kemudia dicopot.
Penerbitan IMB itu menimbulkan pertanyaan karena sertifikat HGB yang dimiliki Pulau D dan menjadi alasan diterbitkannya IMB itu, dibuat dengan prosedur yang diduga tidak benar, sehingga pada Desember 2017 Anies pernah meminta Kementerian Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan agar membatalkan HGB itu dan HGB Pulau C, serta tidak memproses pengajuan HGB untuk Pulau G.
"Kalau saat ini ada asumsi bahwa Anies telah berkompromi dengan Kapuk Naga Indah, ya wajar, karena dengan diterbitkannya IMB, maka Kapuk Naga Indsh kembali dapat mengkomersilkan bangunan-bangunan itu, dan Pemprov tak dapat mengelolanya karena bangunan-bangunan itu milik Kapuk Naga Indah," katanya.
Amir berharap Anies tidak sedang bermain api, karena janjinya saat Kampanye Pilkada 2017 adalah menyetop reklamasi. (rhm)