Jakarta, Harian Umum- Dua desa di Kota Palu, Sulawesi Tengah, lenyap ditelan semburan lumpur yang muncul sebelum dan setelah gempa bermagnitudo 7,4 SR mengguncang wilayah itu dari titik kordinat 0.18 LU - 119.85 BT pada kedalaman 10 Km, atau tepatnya berjarak 27 km timur laut Donggala, Jumat (28/9/2018) pukul 17:02 WIB.
Kedua desa tersebut adalah Desa Jonooge di Kecamatan Borimaru dan Desa Petobo di Kecamatan Palu Selatan.
"Saat ini warga Jonooge tinggal di pengungsian bersama warga Desa Lalu yang rumahnya hancur akibat gempa. Jumlahnya mencapai 1.603 jiwa," demikian dilaporkan TVOne, Rabu (3/10/2018).
Dari informasi yang disampaikan reporter televisi swasta tersebut diketahui kalau beberapa saat sebelum gempa mengguncang, muncul semburan lumpur setinggi pohon kelapa, atau sekitar 20 meter, yang langsung menghujani desa tersebut.
"Banyak warga yang tidak selamat dan terkubur oleh lumpur tersebut," katanya.
Sarni, warga Desa Jonooge yang selamat, menuturkan, semburan lumpur itu membuat rumahnya terbawa aliran deras lumpur tersebut hingga sejauh 2 kilometer.
"Tak ada yang bisa diselamatkan, selain pakaian yang saya pakai. Tapi keluarga saya semua selamat," katanya.
Desa Jonooge kini berubah menjadi rawa-rawa berlumpur, namun warga yang selamat belum tersentuh bantuan. Relawan dan Tim SAR pun belum masuk untuk mengevakuasi warga yang terkubur lumpur.
"Saat ini kami membutuhkan obat-obatan, air bersih dan bahan pokok untuk makan," jelas Sarni.
Sebelumnya, Senin (1/10/2018), Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengabarkan kalau Desa Petubo di Kecamatan Palu Selatan, hilang ditelan semburan lumpur yang muncul setelah gempa 7,4 SR mengguncang.
Di desa ini, sedikitnya 744 rumah hilang karena tenggelam atau dibawa arus lumpur hingga 2 kilometer.
Ia menyebut, fenomena kemunculan lumpur ini disebut fenomena likuifaksi, yaitu hilangnya kekuatan tanah akibat besarnya massa dan volume lumpur yang keluar pasca gempa.
Warga Petubo yang menjadi saksi fenomena ini, Anugrah (18), mengatakan, ketika gempa terjadi, muncul luapan air bercampur lumpur yang kemudian menimbun rumah-rumah warga di tempat itu.
“Pada saat gempa, (semburan lumpur) itu yang dari ujung perbatasan di sana itu, turun kemari. Jadi, airnya keluar dengan lumpur-lumpurnya tersapu kemari semua, tergali itu tanah lembek dari bawah. Naiknya itu sekitar 4 meter,” katanya.
Pemuda ini mengakui, banyak warga yang tidak dapat lari menyelamatkan diri karena pada saat bersamaan kuatnya guncangan gempa tak hanya membuat mereka terjatuh, namun juga merobohkan rumah-rumah.
Ratusan warga diduga terkubur lumpur tersebut.
Selain di Biromaru dan Petubo, fenomena likuifikasi juga terjadi di beberapa tempat lain di Sulteng, antara lain Sigi dan Sidera. (rhm)